Posted by DKT KESEHATAN on Tuesday, August 12, 2014
Kebanyakan karyawan yang bekerja lembur juga didiagnosa menderita penyakit psikis. (iStock)
VIVAlife – Tumpukan pekerjaan membuat
banyak karyawan harus rela bekerja hingga larut malam demi mengejar
tenggat waktu. Tak jarang waktu akhir pekan pun digunakan untuk
menyelesaikan pekerjaan.
Bagi perusahaan, karyawan yang kerap
lembur kerap atau rela memiliki jam kerja panjang diasosiasikan dengan
etos kerja tinggi dan karenanya mendapatkan apresiasi tersendiri. Namun,
sebuah studi yang dilakukan perusahan asuransi AXA menyebutkan bahwa
hal tersebut justru berpengaruh buruk terhadap kesehatan dan kehidupan
sosial karyawan.
Studi yang dilakukan AXA menemukan bahwa
karyawan yang menambah jam kerja sebanyak 4 hingga lebih dari 7 jam
setiap minggu, memicu tingkat stres yang tinggi yang bisa berujung pada
depresi.
Tidak hanya itu, mereka yang bekerja lembur atau
mengambil waktu ekstra di akhir minggu memiliki waktu sosial yang lebih
sempit. Dalam artian, mereka hanya punya sedikit waktu bertemu teman dan
keluarga. Padahal, teman dan keluarga punya peran penting dalam
menurunkan tingkat stres seseorang.
“Faktanya, akibat kerja
lembur banyak karyawan yang kehilangan waktu berharga bersama keluarga,”
ujar Glen Parkinson, peneliti dari AXA.
Lebih lanjut, Parkinson
menyebutkan kebanyakan karyawan yang bekerja lembur juga didiagnosa
menderita penyakit psikis, seperti stres, kecemasan berlebihan, hingga
depresi. Ketika bersosialisasi, mereka kerap tidak punya pembahasan
lain, selain urusan pekerjaan, yang mengindikasikan tidak adanya
kehidupan lain di luar pekerjaan.
Sayangnya, studi AXA juga
menemukan bahwa perusahaan kurang memperhatikan kesehatan mental
karyawannya. “Kebanyakan perusahaan memberikan asuransi kesehatan fisik
dan bukan psikis, sehingga penyakit psikis pada karyawan kerap tidak
diketahui hingga terlambat ditangani,” terang Parkinson.
Untuk
itu, dalam studinya, AXA menyarankan agar perusahaan juga memberikan
benefit berupa asuransi kesehatan mental bagi karyawan. “Hal itu tidak
hanya akan memberikan keuntungan bagi karyawan, tapi juga perusahaan,”
kata Parkinson.